PENTINGNYA PERAN AKTIF KETERWAKILAN PEREMPUAN PADA PEMILU 2024 Oleh : Rhama Denny

Topsberita, Sumbar – Perempuan yang mana asal katanya berasal dariĀ  bahasa Sansekerta yakni dari kata per + empu + an. Per, memiliki arti mahluk, dan empu, yang berarti mulia, tuan, mahir. Dengan demikian perempuan bisa dimaknai sebagai mahluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan.maka dari itu tentu mempunyai peran penting untuk menjadi pemeran aktif dalam pemilu. Lalu dalam kedudukan antara laki laki dan perempuan,merujuk pada uu yang mana berbicaraĀ  persamaan hak antara laki-laki dan perempuan terutama dalam pemerintahan itu berupa dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Sehingga telah sewajarnya perempuan harus mendapat perlakuan yang sama di dalam pemerintahan maupun hukum serta peran dengan laki laki.

Akan tetapi fakta dan data yang adaĀ  bisa kita lihat salah satunyaĀ  di pemerintahan ada sekitar 18% keterwakilan perempuan di parelemen yang ada di seluruh dunia dan ini hampir sama dengan yang ada di negara kita. Secara kuantitatif, jumlah perempuan di Indonesia hampir seimbang dengan jumlah laki-laki. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan United Nations Population Fund jumlah penduduk Indonesia pada 2021 mencapai 265 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 131,88 juta jiwa berjenis kelamin perempuan. Meski jumlahnya hampir setara, namun sampai saat ini masih ada kesenjangan gender dan kurang terpenuhinya hak-hak bagi perempuan dan anak perempuan. Hal ini juga tidak serta merta menjamin perempuan memiliki peran dan posisi yang sama dengan laki-laki. Kesenjangan ini mendorong pemerintah untuk mengembangkan tata pemerintahan yang sensitif gender dan memberikan dukungan bagi terciptanya pengutamaan gender di seluruh bidang pembangunan, termasuk politik.

Pada Pemilu 2024 salah satu persyaratan penting bagi partai politik ketika mendaftarkan calon anggota legislatif (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah terpenuhinya keterwakilan perempuan. Tindakan afirmasi dalam bentuk ketentuan kuota 30% caleg perempuan dan system zipper ini memang masih dipertahankan pada pemilu kelima era reformasi ini Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Namun, pada kenyataannya partisipasi perempuan dalam politik masih rendah mengacu pada data World Bank 2019 di mana pada peringkat ketujuh se-Asia Tenggara.

Hampir semua partai politik mengaku mengalami kesulitan dalam merekrut caleg perempuan. Partai politik beralasan bahwa kader yang dimilikinya kurang sehingga harus merekrut caleg perempuan dari luar partainya. Persoalannya, partai politik menyatakan bahwa kader yang dimilikinya merupakan akibat dari proses kaderisasi internal partai yang belum berjalan optimal. Bahkan beberapa partai juga masih disibukkan dengan konflik internal persoalan ini tentu mempengaruhi kesiapan partai dalam proses pencalegan. Nampaknya, Implementasi kebijakan afirmatif ini tidak dibarengi dengan penguatan kaderisasi parpol. Artinya, parpol belum serius ingin meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pengambilan kebijakan mulai dari daerah hingga kepusat, inilah yang menjadi permasalahan terbesar yang dihadapi perempuan dalam politik sehingga kepentingan-kepentingan perempuan dalam kehidupan tidak terwakili. Keberadaan mereka yang dibawah 30 % tidak memudahkan mereka dalam memperjuangkan kepentingan ditengah dominasi laki-laki. Hal ini terjadi karena peran perempuan juga sebagai sentral kehidupan dalam keluarga serta kurang memahaminya Pendidikan Politik itu sendiri.

Setelah hasil pemilu pemilihan presiden dan wakil presiden dan juga pemilihan legislatif selesai, nama-nama anggota DPR RI pada periode 2019-2024 sudah bermunculan. Dari 575 Anggota DPR RI yang terpilih ada 118 perempuan yang terpilih atau sebesar 20,5%.1 Tentu ini adalah capaian tertinggi yang pernah di raih Indonesia terkait representasi perempuan di politik, meskipun kenaikannya tidak signifikan tetapi tentu ini perlu di apresiasi tentang kenaikan presentasi representasi perempuan di parlemen. Untuk pertama kali representasi perempuan di DPR menembus angka 20% dan tentu perlu di telusuri dampak yang di hasilkan dari capaian ini. Apakah hasil ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kebijakan-kebijakan di pemerintahan yang pro perempuan ataukah ini hanyalah masalah gender dan supaya partai politik memenuhi aturan yang di terapkan pemerintah. Pencapaian ini tak lepas dari aturan minimal 30% caleg perempuan dalam setiap daerah pemilihan (dapil) dan minimal satu calon di setiap tiga calon. Regulasi itu tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Urgent nya penambahan 30% keterwakilan perempuan di demokrasi ini untuk menciptakan kondisi yang berpihak pada kepentingan perempuan. Namun, tentu saja semua itu tidak mudah. Banyak usaha keras yang harus dilakukan bagi semua perempuan agar benar-benar bisa turut andilĀ  di tengah demokrasi. Salah satu keunggulan perempuan dikenal memiliki sifat bijaksana, dimana kombiniasi akal dan perasaan. namun ini juga hal yang sulit tetapi itu bisa dilakukan dengan terus mengasah kemampuan untuk bisa bijaksana.

Ada beberapa faktor yang memberi harapan terbukanya peluang kepada kaum perempuan untuk meningkatkan perannya di dunia politik. Pertama semakin banyak perempuan yang berpendidikan dan memiliki kesadaran pentingnya perempuan terjun ke dunia politik untuk berpartisipasi membangun kepentingan-kepentingan perempuan itu sendiri, serta memikirkan dengan bijaksana kepentingan masyarakat. Menipisnya sentuhan kader perempuan di parpol menjadi boomerang, karena perempuan berperan penting dalam menyelesaikan masalah, mereka selalu menawarkan solution focused, saling menghargai dan menghormati, mengedepan kan musyawarah, serta sangat peduli dengan standard etik. Tampaknya kualitas seperti ini harus menjadi panduan. Kondisi dinamika kehidupan dan pemikiran dikalangan perempuan dengan system pendidikan yang berkembang sangat pesat serta didukung oleh kecanggihan teknologi sudah memasuki era 5.0, seharusnya menyulut api politik dalam jiwa perempuan yang akan turut serta andil dalam pesta demokrasi 2024 ini.

Rendahnya keterwakilan perempuan ini menjadi kesadaran bersama serta ajang intropeksi diri bagi kaum perempuan dengan memanfaatkan kuota yang sudah diberikan untuk kita kaum perempuan. Oleh karena itu banyak upaya yang harus ditingkatkan agar bisa sejajar dengan laki-laki untuk menghadapi demokrasi pemilu 2024 mendatang.

Hidup sebagai perempuan adalah amanah, tentu amanah harus dijaga agar tidak sia-sia, karena yang kita miliki adalah titipan ilahi, dan wajib menjalankan tugas sebagai khalifatul fiilā€™ard , banyak hal tentang perempuan yang harus di perjuangkan, melaksanakan tugasĀ  dan tanggung jawabĀ  pada berbagai krusial maka perlu ditopang oleh perempuan-perempuan tangguh dan militant tentunya. Sebagai insan yang sadar akan warna kehidupan ini, perempuan Se-Nusantara tumbuhkan dalam diri dan pikiran secara sadar akan strategisnya politik bagi perempuan. Hal iniĀ  tentu akan memberikan sumbangsi nyata bagi kita dalam membentuk mindset berfikir, karakter, serta pandangan hidup.Perempuan yang mana asal katanya berasal dari bahasa Sansekerta yakni dari kata per + empu + an. Per, memiliki arti mahluk, dan empu, yang berarti mulia, tuan, mahir. Dengan demikian perempuan bisa dimaknai sebagai mahluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan.maka dari itu tentu mempunyai peran penting untuk menjadi pemeran aktif dalam pemilu. Lalu dalam kedudukan antara laki laki dan perempuan,merujuk pada uu yang mana berbicara persamaan hak antara laki-laki dan perempuan terutama dalam pemerintahan itu berupa dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Sehingga telah sewajarnya perempuan harus mendapat perlakuan yang sama di dalam pemerintahan maupun hukum serta peran dengan laki laki.
Akan tetapi fakta dan data yang ada bisa kita lihat salah satunya di pemerintahan ada sekitar 18% keterwakilan perempuan di parelemen yang ada di seluruh dunia dan ini hampir sama dengan yang ada di negara kita. Secara kuantitatif, jumlah perempuan di Indonesia hampir seimbang dengan jumlah laki-laki. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan United Nations Population Fund jumlah penduduk Indonesia pada 2021 mencapai 265 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 131,88 juta jiwa berjenis kelamin perempuan. Meski jumlahnya hampir setara, namun sampai saat ini masih ada kesenjangan gender dan kurang terpenuhinya hak-hak bagi perempuan dan anak perempuan. Hal ini juga tidak serta merta menjamin perempuan memiliki peran dan posisi yang sama dengan laki-laki. Kesenjangan ini mendorong pemerintah untuk mengembangkan tata pemerintahan yang sensitif gender dan memberikan dukungan bagi terciptanya pengutamaan gender di seluruh bidang pembangunan, termasuk politik.
Pada Pemilu 2024 salah satu persyaratan penting bagi partai politik ketika mendaftarkan calon anggota legislatif (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah terpenuhinya keterwakilan perempuan. Tindakan afirmasi dalam bentuk ketentuan kuota 30% caleg perempuan dan system zipper ini memang masih dipertahankan pada pemilu kelima era reformasi ini Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Namun, pada kenyataannya partisipasi perempuan dalam politik masih rendah mengacu pada data World Bank 2019 di mana pada peringkat ketujuh se-Asia Tenggara.
Hampir semua partai politik mengaku mengalami kesulitan dalam merekrut caleg perempuan. Partai politik beralasan bahwa kader yang dimilikinya kurang sehingga harus merekrut caleg perempuan dari luar partainya. Persoalannya, partai politik menyatakan bahwa kader yang dimilikinya merupakan akibat dari proses kaderisasi internal partai yang belum berjalan optimal. Bahkan beberapa partai juga masih disibukkan dengan konflik internal persoalan ini tentu mempengaruhi kesiapan partai dalam proses pencalegan. Nampaknya, Implementasi kebijakan afirmatif ini tidak dibarengi dengan penguatan kaderisasi parpol. Artinya, parpol belum serius ingin meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pengambilan kebijakan mulai dari daerah hingga kepusat, inilah yang menjadi permasalahan terbesar yang dihadapi perempuan dalam politik sehingga kepentingan-kepentingan perempuan dalam kehidupan tidak terwakili. Keberadaan mereka yang dibawah 30 % tidak memudahkan mereka dalam memperjuangkan kepentingan ditengah dominasi laki-laki. Hal ini terjadi karena peran perempuan juga sebagai sentral kehidupan dalam keluarga serta kurang memahaminya Pendidikan Politik itu sendiri.
Setelah hasil pemilu pemilihan presiden dan wakil presiden dan juga pemilihan legislatif selesai, nama-nama anggota DPR RI pada periode 2019-2024 sudah bermunculan. Dari 575 Anggota DPR RI yang terpilih ada 118 perempuan yang terpilih atau sebesar 20,5%.1 Tentu ini adalah capaian tertinggi yang pernah di raih Indonesia terkait representasi perempuan di politik, meskipun kenaikannya tidak signifikan tetapi tentu ini perlu di apresiasi tentang kenaikan presentasi representasi perempuan di parlemen. Untuk pertama kali representasi perempuan di DPR menembus angka 20% dan tentu perlu di telusuri dampak yang di hasilkan dari capaian ini. Apakah hasil ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kebijakan-kebijakan di pemerintahan yang pro perempuan ataukah ini hanyalah masalah gender dan supaya partai politik memenuhi aturan yang di terapkan pemerintah. Pencapaian ini tak lepas dari aturan minimal 30% caleg perempuan dalam setiap daerah pemilihan (dapil) dan minimal satu calon di setiap tiga calon. Regulasi itu tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Urgent nya penambahan 30% keterwakilan perempuan di demokrasi ini untuk menciptakan kondisi yang berpihak pada kepentingan perempuan. Namun, tentu saja semua itu tidak mudah. Banyak usaha keras yang harus dilakukan bagi semua perempuan agar benar-benar bisa turut andil di tengah demokrasi. Salah satu keunggulan perempuan dikenal memiliki sifat bijaksana, dimana kombiniasi akal dan perasaan. namun ini juga hal yang sulit tetapi itu bisa dilakukan dengan terus mengasah kemampuan untuk bisa bijaksana.
Ada beberapa faktor yang memberi harapan terbukanya peluang kepada kaum perempuan untuk meningkatkan perannya di dunia politik. Pertama semakin banyak perempuan yang berpendidikan dan memiliki kesadaran pentingnya perempuan terjun ke dunia politik untuk berpartisipasi membangun kepentingan-kepentingan perempuan itu sendiri, serta memikirkan dengan bijaksana kepentingan masyarakat. Menipisnya sentuhan kader perempuan di parpol menjadi boomerang, karena perempuan berperan penting dalam menyelesaikan masalah, mereka selalu menawarkan solution focused, saling menghargai dan menghormati, mengedepan kan musyawarah, serta sangat peduli dengan standard etik. Tampaknya kualitas seperti ini harus menjadi panduan. Kondisi dinamika kehidupan dan pemikiran dikalangan perempuan dengan system pendidikan yang berkembang sangat pesat serta didukung oleh kecanggihan teknologi sudah memasuki era 5.0, seharusnya menyulut api politik dalam jiwa perempuan yang akan turut serta andil dalam pesta demokrasi 2024 ini.
Rendahnya keterwakilan perempuan ini menjadi kesadaran bersama serta ajang intropeksi diri bagi kaum perempuan dengan memanfaatkan kuota yang sudah diberikan untuk kita kaum perempuan. Oleh karena itu banyak upaya yang harus ditingkatkan agar bisa sejajar dengan laki-laki untuk menghadapi demokrasi pemilu 2024 mendatang.
Hidup sebagai perempuan adalah amanah, tentu amanah harus dijaga agar tidak sia-sia, karena yang kita miliki adalah titipan ilahi, dan wajib menjalankan tugas sebagai khalifatul fiilā€™ard , banyak hal tentang perempuan yang harus di perjuangkan, melaksanakan tugas dan tanggung jawab pada berbagai krusial maka perlu ditopang oleh perempuan-perempuan tangguh dan militant tentunya. Sebagai insan yang sadar akan warna kehidupan ini, perempuan Se-Nusantara tumbuhkan dalam diri dan pikiran secara sadar akan strategisnya politik bagi perempuan. Hal ini tentu akan memberikan sumbangsi nyata bagi kita dalam membentuk mindset berfikir, karakter, serta pandangan hidup.

3000 438 kali dilihat, 138 6 kali dilihat hari ini

You cannot copy content of this page