Topsberita, Sumbar – Semangat setiap komponen masyarakat dalam mengikuti event pesta demokrasi tentu beragam, dengan peran masing-masing sesuai dengan porsinya yang telah di atur melalui undang- undang. Kebebasan masyarakat untuk memeriahkan pesta demokrasi tentu di tuangkan dari berbagai lini. Ada sebagai simpatisan yang selalu mengikuti setiap tahapan pemilihan. Ada sebabagai pengamat yang berperan untuk mengamati jalannya demokrasi serta memberikan suaraya di tps. Ada sebagai pengurus partai serta calon yang akan mereka usung. Ada sebagai tim yang mengatur calon mereka agar meraih suara terbanyak. Selain itu ada masyarakat yang di kategorikan tidak boleh memilih seperti Polisi dan TNI.
Bicara mengenai tim sukses calon tentu berkaitan dengan peserta kampanye yang akan mereka jadikan target. Dimana perangkat desa merupakan sasaran empuk bagi tim sukses kampanye. Perangkat desa yang dimaksud disini adalah perangkat wilayah atau sebutan lainnya kepala dusun (kepala jorong ). Mengapa menjadi sasaran empuk ? karena kepala dusun atau kepala jorong merupakan orang yang di tuakan di dalam suatu kampung, sehingga mereka memiliki masa yang bisa di kumpulkan dengan mudah. Ini menjadi polemik ditengah masyarakat,ada perdebatan dan keraguan apakah perangkat desa terutama kepala jorong boleh dalam kegiatan kampanye?
Sementara itu dalam undang- undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pasal 280 ayat 2 huruf (h) (i) dan (j) didalam pelaksanaan dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikut sertakan kepala desa,perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa ((BPD). Pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana di sebut pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksanaan dan tim kampanye pemilu. Pasal 282 pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama kampanye. Ditambah lagi UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa pasal 51 huruf (g) disebutkan perangkat desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan huruf (j) dilarang ikut serta dan / atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan /atau pemilihan kepala daerah.
Dari ketentuan UU di atas maka kepala dusun atau kepala jorong yang merupakan bagian dari perangkat desa seharusnya merupakan pihak yang netral. Namun bedasarkan data pelanggaran pemilu tahun 2019 yang di tertera di website BAWASLU RI per 20 mei 2019 tercatat 18 pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh perangkat desa yang dengan sengaja memberikan keuntungan kepada salah satu peserta pemilu dan merugikan pihak lainnya.
Sementara itu pengamatan di lapangan, terutama menjadi penyelenggara pemilihan umum tahun 2019 banyak kepala dusun atau sebutan lain kepala jorong yang ikut dalam menyukseskan kegiatan kampanye, serta ada yang mengalasankan ketidak tahuan mereka akan adanya larangan bagi kepala jorong untuk ikut kegiatan kampanye. Mereka hanya mengetahui undang – undang desa yang mengatur tidak boleh untuk menjadi pengurus partai, sementara belum mengetahui UU pemilu. hal ini yang menjadi makanan enak oleh tim sukses kampanye sehingga mereka diberikan kemudahan dalam mengumpulkan masa dilapangan.
Berdasarkan fenomena lapangan yang diamati, hal yang paling lemah disini adalah sosialisasi mengenai UU pemilu tersebut. Dimana karena sosialisasi kepada perangkat desa untuk tidak ikut kegiatan kampanye sangat kurang, sehingga kepala jorong terlibat dalam kegiatan kampanye
Saran dari penulis untuk pelaksanaan pemilu tahun 2024, agar terciptanya sifat pemilu yang profesional maka perlu ada sosialisasi UU tentang pemilu ini terutama di tingkat bawah,sehingga hubungan antara penyelengara dan pemerintah itu harmonis, saling mengerti dengan porsinya masing- masing. Komunikasi menjadi bagus serta tidak saling menyalahkan, karena jika tidak di tekankan dari pemerintahan pusat maka ada kesulitan bagi penyelenggara terutama di tingkat kecamatan atau nagari.
3000 632 kali dilihat, 138 4 kali dilihat hari ini